senja

Jumat, 04 Mei 2018

Luka Tentang Keterpisahan

Image result for langkah kaki dalam senja



                 Aku dan Kamu, kita tidak pernah tahu kapan akhirnya waktu akan menghancur leburkan definisi itu, ya "kita", bisa jadi mungkin sebentar lagi. Sebab semua diluar prediksiku. Sebab, merelakan tak pernah sesederhana lambaian tangan. Karna itu pula, seharusnya kita sudah mempersiapkan untuk keterpisahan yang terjadi secara abadi atau justru sekedar membuat debar -debar hati.

                 Pertama kali, mengingat tentang bagaimana pertemuan yang selalu membuatku mengingat segala masa yang pernah kita lalui. Masih sama, kamu, dengan senyum itu, senyum hangat sehangat senja, tatapan itu, lesung pipi itu, hidung bangir itu, rambut ikal itu, dan tatapan teduh milikmu yang biasanya kau gunakan untuk menatapku. Iya, masih sama.  Tetapi bedanya saat ini adalah, kamu bukan dirimu. Bukan milikku lagi. Pandanganmu kosong, bukan lagi aku yang kau banggakan, dimana percaya dirimu itu?

                 Jika diingat 2 tahun yang lalu, sore itu, langit begitu indah. Senja seolah merangkul kita bersama segala kehangatan yang dimilikinya. Kita berada di suatu tempat rahasia, tempat kita biasanya merangkai aksara, lalu tertawa bersama. Hanya dengan senja. Tanpa kopi ataupun gorengan. Kamu bilang, beruntung mengenalku, dan aku beruntung selalu berbahagia denganmu. Sesaat ketika fajar hendak tenggelam dan meninggalkan semburat oranyenya, kau menatapku, kita saling menatap. Tanpa sebuah kata. Dan saat itu juga kita paham betul, bahwa itulah saatnya kami berpisah, ini waktunya untuk kami tak lagi berjalan bersama dan beriringan.

                  Di perjalanan pulang, tiba - tiba saja kau angkat bicara "Ini bukanlah akhir mel, ini adalah awal bagaimana kita mencapai mimpi kita masing - masing." tak terasa air mataku tiba tiba saja turun, kukira itu air hujan, Aku menatap langit, sementara tak ada mendung sebelumnya. "Tak ada tangis mel" Tanganmu terulur menghapus air mataku. Jadi benar, cairan bening ini adalah air mata. Kita tahu bahwa selama ini kita telah saling membahagiakan, telah saling membagi lara. Hingga bahasa yang digunakan dari kita hanyalah bahasa tubuh. Dan ini, indah walau tak bernama.